Apakah Tuna Rungu akan mengalami Tuna Wicara ?
(SLBN 2 PKLK Kota Cimahi)
A.
DESKRIPSI PERMASALAHAN
Sebagian
besar seseorang menginginkan keturunannya yang sempurna, tidak memiliki
kekurangan satua apapun, akan tetapi kita sebagai manusia hanya bisa berdoa dan
berharap agar memiliki keturunan yang sempurna. Namun apabila kita diberikan
keturunan yang tidak sempurna misalnya tuna rungu, maka sikap kita hanya bisa
bersabar dan berusaha untuk memberikan motivasi untuk tetap semangat menjalani
kehidupan ini, dan merubah kelemahan atau kekurangan yang dimiliki anaknya tuk
menjadikan kekuatan dalam menjalani kehidupan ini.
Manusia
sebagai makhluk sosial termasuk juga seorang tunarungu. Dalam kehidupan
sehari-hari, manusia akan berkomunikasi dengan lingkungan masyarakatnya, namun
yang terjadi pada seorang tunarungu sebagian besarnya tidak mampu menjalin komunikasi dengan
lingkungan masyarakat secara baik sehingga dia merasa tersingkirkan dari
masyarakat tersebut dan akan terus menyendiri. Peristiwa ini merupakan akibat
dari ketidakpahaman seorang anak tuna rungu dengan lingkungannya ataupun
sebaliknya, karena sebagian besar masyarakat menggunakan bahasa lisan dalam
berkomunikasi.
Pada
Sekolah Luar Biasa atau yang sering dikenal SLB ini adalah tempat sekolah bagi
mereka yang memiliki kebutuhan khusus (AKB), pada SLBN 2 PKLK Kota Cimahi ini
terdapat 4 kelas yaitu kelas A, B, C dan D. Pada kelas B (Tuna Rungu)
khususnya, saya menemukan permasalahan yaitu adanya indikasi tuna ganda (Tuna
Rungu dan Tuna Wicara) pada AKB Tuna Rungu dan tidak untuk sebaliknya.
Mengapa Tuna
Rungu akan mengalami Tuna Wicara
dan mengapa tidak
terjadi pada Tuna Wicara? Dan Apa yang mereka katakan ketika tak mendengar? Dan
Apa yang akan dia dengar ketika dia tak berbicara? Lalu apa yang dapat mereka lakukan ketika tak
berbicara dan tak mendengar?seperti apa aktivitas mereka ketika disekolah?
Mengapa?
Karena tuna wicara akan menggunakan pendengarannya untuk berkomunikasi dan
disampaikannya melalui gerakan tubuh
atau yang dikenal sebagai bahasa isyarat, walaupun masih kurang diterima
dilingkungan masyarakat dalam berkomunikasi. Sedangkan seorang Tunarungu lebih
banyak menggunakan bahasa isyarat (dengan melihat gerakan bibir lawan bicaranya
lalu disampaikan melalui gerakan tubuh) dalam berkomunikasi dengan
lingkungannya, padahal lingkungan pada umumnya merupakan masyarakat yang lebih
banyak memahami bahasa lisan daripada bahasa isyarat sehingga anak tunarungu
akan kesulitan memahami ungkapan lisan di lingkungannya, begitupun dengan
lingkungannya juga akan kesulitan dalam memahami bahasa isyarat. Berkomunikasi
dengan bahasa isyarat sangat tidak efektif karena tidak semua orang yang berada
dilingkungan tersebut mampu memahaminya, apabila tidak adanya pengembangan
berkomunikasi secara verbal, maka anak tersebut akan tersingkirkan dari
lingkungannya. Peristiwa terjadi pada hampir semua anak tunarungu, termasuk
yang terjadi di sekolah ini. Mengapa itu terjadi? karena murid yang sekolah disini
sebagian besarnya sudah dewasa secara umur namun tidak cukup mahir mengenai
kemampuan komunikasi secara lisan. Salah satu penyebabnya karena adanya
keterlambatan pendekteksian secara dini mengenai ketunarunguan dan juga
penanganan mengenai pelatihan kemampuan berkomunikasi secara verbal. Ketika
keterlambatan tersebut terjadi, maka perkembangan komunikasi secara verbal anak
tersebut lemah, dan menjadikan dirinya sebagai tunaganda.
Lalu
apa yang dia katakan dan dengar ketika tak berkata dan tak mendengar? Secara
logika, seseorang akan berbicara ketika dia mendengarkan bunyi atau suara dan
dia akan diam ketika tak mendengar apapun. Itulah yang mereka lakukan ketika
disekolah, adapun perbincangan kecil yang terjadi antara siswa dengan siswa
maupun siswa dengan guru yang sangat amat pendek dan sederhana.
Aktivitas
ketika mereka disekolah sama saja dengan sekolah normal, mereka melakukan
pembelajaran dikelas maupun diluar kelas
(olahraga). Lalu bagaimana dengan kemampuan akademik juga minat dan bakat
pesertadidik? Pada sekolah ini, sebagian besar muridnya dalam bidang akademik
sangat lemah karena kurang memahami apa yang disampaikan guru nya khususnya
dalam bidang bahasa (Bahasa Sunda, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia) namun
untuk bidang yang lain seperti kemampuan berhitung (matematika), kemampuan
berekspresi (Kesenian) dan berolahraga (Penjas) bisa dikatakan sama dengan mereka
yang tidak berkebutuhan khusus (Normal), cepat merespon . Contoh pelajaran
Bahasa Indonesia mengenai pengenalan budaya di Indonesia : Tari Jaipong adalah
seni tari tradisional khas Sunda. Atau bus (menunjukan gambar bus) adalah alat
transportasi (??) darat (menunjukan bagian tanah atau yang berada diatas air).
Penjelasan
: tari jaipong, ini (menunjukan vidoe) yang namanya tari Jaipong
(mendeskripsikan tari Jaipong), Terus Sunda, ini (menunjukan peta Pulau Jawa) ,
menujukkan letak geografis wilayah sunda. Namun ketika mendeskripsikan
“Tradisional”. Apa itu tradisional?, bentuknya seperti apa?. Apa itu
transportasi ?. dari contoh diatas menunjukan bahwa banyaknya kesulitan siswa
peserta didik dalam mengikuti pelajaran yang bersifat verbal. Dan mereka hanya
bisa lakukan sekarang adalah mencoba mengikuti apa yang sudah diberikan,
memperbaiki apa yang kurang dan mencoba mengembangkan kemampuan pada bidang
yang bisa mereka sukai (olahraga dan ketrampilan).
Seperti
apakah komunikasi yang dilakukan mereka di SLBN 2 Kota Cimahi? Dan bagaimana
proses pembelajaran disekolah ini?Bagaimana peran seorang guru merubah kebiasaan komunikasi mereka? Mampukah
?
Komunikasi
yang dilakukan siswa di sekolah ini,sebagian besar masih menggunakan cara
manual, yaitu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat yang sangat
sederhana dan salah satu solusi penggunaan alat elektronik (telepon genggam)
sebagai alat komunikasi, karena mereka belum mampu berkomunikasi secara lisan.
Memang susah untuk mengubah cara mereka berkomunikasi dan membutuhkan waktu
yang sangat lama dan juga adanya kerjasama antara guru, orang tua dan kemauan
anak itu sendiri. Contohnya pengucapaan kata “bantal”. Orangtua siswa harus
mengucapkan kata “bantal” sebanyak 100 kali dalam seminggu tentunya dengan
suara yang keras, tujuannya agar anak tersebut mampu mengenali kata “bantal”
dan mampu mengetahui bentuk bantal yang dimaksud. Selain itu, ada program khusus
yang dapat diikuti siswa disekolah yaitu
“Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama”. Pada program ini, semua murid
tunarungu akan dibina untuk mengasah kepekaan suara dengan sisa pendengaran
yang ada melalui audio(cd) visual(buku pop-up). Salah satunya adalah
mempelajari tinggi, rendah, keras lembutnya suara. Program ini akan berjalan
lancar ketika siswa mampu mempelajarinya dengan baik.
Adapun
dalam proses pembelajaran yang dilakukan guru dikelas adalah sedikit
menggunanakan BKPBI dan lebih banyak
menggunakan alat peraga dan bahasa isyarat, tentunya pembelajaran dengan metode
ini kurang efektif, karena tidak berfungsinya mulut secara maksimal sebagai alat komunikasi yang
penting digunakan ketika berada dilingkungan masyarakat. Namun tidak menutup
kemungkinan kemampuan siswanya bertambah dengan adanya kemajuan dalam
mengucapkan kalimat, walaupun sangat sederhana. Mampu tidak merubah cara
komunikasi dengan pembelajaran seperti ini ? masih belum mampu, karena dilihat
dari tingkatan pendidikan mereka yang masih Sekolah Dasar (SD) kelas 1, kelas
2, kelas 4 dan kelas 6. Lalu apa yang bisa guru lakukan tuk merubah kebiasaan
komunikasi mereka? Guru dalam proses pembelajaran harus membiasakan
menyampaikan materi secara lisan karena dengan pembiasaan ini, diharapkan murid mampu membaca dan memahami apa yang disampaikan guru
ketika sedang mengajar. Kegiatan ini
memiliki tujuannya yaitu agar siswa selain paham dengan gerakan isyarat, dia
juga mampu memahami gerakan bibir. Ketika dia mengetahui dan memahami apa yang
disampaikan guru kepada muridnya melalui gerakan bibir, maka secara tidak
langsung akan menambah kosakata dan struktur bahasa pada diri siswa itu
sendiri.
Bagaimana
dengan Alat Bantu Mendengar (ABM) dan treknologi lainnya, berfungsikah?
ABM
sangat membantu siswa dalam mendengarkan, dengan alat ini mereka dapat
berkomunikasi dengan lingkungan masyarakatnya walaupun masih skala kecil. Namun
alat ini akan maksimal ketika dipakai oleh pengguna ketika awal gejala
tunarungu dengan binaan dari orang yang paham akan program “Bina Kemampuan
Persepsi Bunyi dan Suara” melalui pendidikan. Adapun alat komunikasi lain yang
digunakan oleh siswa sekolah ini adalah menggunakan alat tulis dan message pada
telepon genggam. Alat ini akan digunakan ketika dia berkomunikasi dengan orang
yang tidak paham dengan bahasa isyarat (orang lain), sebagai solusi akhir
mereka. Itupun sangat sederhana dalam penyampaian kalimatnya (verbal).
Lantas
seperti apa indikasi tuna ganda pada AKB Tunarungu? Adakah yang terindikasi
Tuna Ganda?
Faktor
terjadinya Tuna ganda pada AKB Tunarungu antara lain:
ü
Faktor dari orang tua (menerima/ tidak menerima anak
tersebut), keturunan;
ü
Kurangnya pemahaman orang tua akan pendeteksian
secara dini mengenai tunarungu;
ü
Lingkungan yang terpencil, sehingga sarana dan
prasaranan tidak tersedia;
ü
perekonomian menengah-bawah;
ü
Kemampuan verbal yang lemah;
ü
kurang terlatih dalam berbicara;
ü
Masih menggunakan komunikasi secara manual (bahasa
isyarat);
ü
Kemampuan siswa yang tidak terbina dengan baik.
Indikasi
Tuna Ganda pada peserta didik sebelum masuk kesekolah ini ada, dan setelah
masuk sekolah ini mereka akan dibina secara maksimal sehingga bisa
berkomunikasi secara lisan, walaupun hasilnya belum terlihat maksimal. Seorang
tunarungu pasti akan mengalami tuna wicara karena bagaimana dia berbicara,
mendengarkanpun tak bisa, bagaimana dia mendengar ketika berbicarapun tak bisa.
Dia hanya bisa mengungkapkan atau berkomunikasinya dengan gerakan ataupun
melalui alat peraga (alat tulis, hp dll). Adanya komunikasi satu arah (dia
mengerti apa yang disampaikan, tapi tidak mengerti bagi pendengar begitupun
sebaliknya).
Lalu
dampak apa yang akan terjadi pada penderita Tunaganda pada ABK Tunarungu?
Seperti penanganannya? Lalu bagaimana dengan dampak bagi penderita yang tidak
berpendidikan? Nasibnya samakah? Bedahka? Lalu apa yang membedakan mereka yang
berpendidikan dengan yang tidak berpendidikan?
Dampak
secara psikologis, mereka akan cenderung pendiam dengan segala permasalahan
yang ada, ketakutan dalam menghadapi berbagai masalah, keegoisan yang tinggi ,
keinginan yang kuat akan semua hal yang dinginkan. Perkembangan psikologis pada
penderita harap diantisipasi dengan pendeteksian diri, juga penanganan mengenai
kemampuan verbal yang harus terus dilatih tentunya dengan bantuan dan dorongan
dari orang tercinta. Bantuan dan dorongan bisa berbentuk kasih sayang,
perhatian, motivasi , penyemangat dll.
Dampak
secara sosial, hubungan yang tidak harmonis antara penderita maupun
lingkungannya, ketika kedua belah pihak tidak mau menerima dengan apa adanya.
Sebaliknya ketika lingkungan keluarga dan masyarakat menerima dan memberi
kebebasan untuk melakukan aktivitasnya, maka akan terjalin hubungan yang baik
antara penderita dengan lingkungannya juga berdampak pula pada perkembangan
psikologisnya. Ketika adanya penerimaan dan kebebasan beraktivitas, maka
penderita akan merasa bahwa dia masih diakui dan merupakan bagian dari mereka.
Namun sebaliknya ketika penolakan dan cacian datang menghadang, maka penderita
cenderung akan diam dalam ketakutan dan mengurung dirinya dalam keramaian
lingkungan masyarakatnya.
Secara
ekonomi, ketika adanya pemerimaan dan kebebasan untuk beraktivitas, maka
penderita akan mengembangkan potensi yang dimiliki baik dimanfaatkan untuk
memperkaya diri maupun sebagai alat untuk memotivasi sesama penderita agar
tetap semangat dalam ketidakmampuannya dan mau berusaha untuk maju dengan
kemampuan yang ada. Seperti yang terjadi pada sodara Iwan Waskito Adi. Dia
adalah seorang Tunaganda (Tunarungu dan Tunawicara) yang telat penanganannya,
namun ketika dia berada dilingkungan masyarakat yang menerima akan
kehadirannya, dia tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang baik yang banyak
disukai oleh penduduk masyarakat tersebut. Walaupun dia seorang alumni juga
sebagai tukang parkir di tempat SLB ini, dia tidak merasa malu dengan
kekurangannya. Secara ekonomi dia berpenghnya. Secara ekonomi dia
berpenghasilan cukup, cukup untuk bertahan hidup, cukup untuknya dan
keluarganya. Ini membuktikan bahwa kondisi keluarga dan lingkungan masyarakat
akn mempengaruhi semua aspek kehidupannya (penderita).
Dampak
yang akan terjadi pada siswa ketika kembali ke masyarakat, itu akan tercipta
dengan sendirinya. Untuk itu pendidikan ini, diharapkan mampu meminimalisir
dampak yang akan terjadi pada siswa tersebut.
Lalu
bagaimana dengan dampak atau nasib penderita yang tidak berpendidikan? Dampak
atau nasibnya sama kah? Bedakah? Lalu seperti apa perbedaa diantara mereka?
Secara
logika penderita yang berpendidikan saja seperti ini (penjelasan diatas)
apalagi yang tidak berpendidikan. Dampak
yang akan terjadi ketika penderita tunaganda yang tidak berpendidikan tentunya
secara pengembangan kemampuan berkomunikasi secara lisan akan terhambat karena
tidak mempunyai pengalaman dalam mempelajari hal tersebut dan tidak maksimal
jika dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan. Adapun dampak panjang dalam
kehidupan bermasyarakat akan menemukan kesulitan dalam pergaulan contohnya
mencari pendamping, dalam perekonomian misalnya dia akan mengalami kesulitan dalam mencari
pekerjaan dll. Namun tidak menutup
kemungkinan ada dari mereka yang mampu menunjukan dirinya sebagai manusia yang
mampu merubah kekurangan menjadi sebuah kekuatan tuk menjalani kehidupannya.
Yang jelas perbedaan mengenai dampak yang akan dialami antar mereka yang berpendidikan
dengan mereka yang tidak berpendidikan adalah pada motivasi mereka tuk
menjalani kehidupan ini. Ketika seseorang termotivasi untuk bangkit dari
keterpurukan, maka suatu saat dia akan menemukan titik keberhasilan menuju
kesuksesan walaupun dengan segala faktor yang menghambat perkembangannya tuk
sukses begitupun sebaliknya.
Lalu
siapa yang memotivasi mereka tuk tetap menjalani kehidupan ini?
Siapa? Tentunya dalam diri mereka sendiri,
melalui siapa? Melalui keluarga dan orang terdekatnya ataupun sesema penderita
yang telah sukses, sehingga dia termotivasi tuk menjalani kehidupan ini.
B.
ANALISIS PERMASALAHAN
Nama : Iwan Waskito Adi
Dia adalah salah satu murid kelas
B (tunarungu) di SLBN 2 Kota Cimahi yang telah lulus dari sekolah ini. Pekerjaan
dia sekarang adalah sebagai Tukang Parkir di sekolah tersebut. Dengan
penghasilan rata-rata lebih dari satu juta perbulan. Dia seorang yang baik, dan
dia termasuk orang yang tuna ganda yaitu tuna rungu dan tunga wicara. Karena
dulu ketika kecil tidak diurus oleh
orang tuanya sehingga kurang mendapatkan pengajaran yang baik mengenai
berbicara dll. Karena pada dasarnya seorang tuna rungu dapat berbicara ketika
dia mampu mendengarkan, ataupun sebaliknya dia tidak akan berbicara ketia dia
tidak mendengarkan. Itulah yang terjadi pada Iwan.
Contoh
peristiwa diatas merupakan salah satu dampak dari tuna rungu, karena ketika dia
terbukti tunarungu, maka harus adanya perhatian khusus dari orang tua mengenai
komunikasi verbal agar tidak terjadi tuna ganda yang banyak terjadi. Adapun
cara yang bisa dilakukan dengan konsultasi dengan dokter juga disertai
pemberian alat bantu dengar dengan didampingin oleh ahli agar mampu mendengar
secara maksimal walaupun dengan pendengaran yang tersisanya. Kejadian ini
terjadi disekolah ini , keterlambatan penanganan dan ketidaktahuan orang tua
mengenai gejala yang tampak. Orangtua akan konsultasi kedokter, akan membawa
anaknya untuk Sekolah Luar Biasa ( SLB)
ketika sudah terjangkit. Inilah kesalahan orangtua.
Mengenai proses
pembelajaran di sekolah ini, proses pembelajaran yang dilakukan guru dengan
murid sering kali mengalami kesulitan ketika dihadapkan dengan pelajaran yang
bersifat verbal (bahasa) namun sebaliknya ketika dihadapkan dengan perhitungan
dan praktek, siswa akan bersemangat mengikuti mata pelajaran tersebut. Alasan
mereka tertarik dengan mata pelajaran yang dipraktekkan langsing, karena mereka
akan lebih cepat memahami daripada mata pelajaran yang bersifat verbal.
Mengenai
komunikasi atau penyampaian,( penyampaian materi, penyampaian ide atau
pendapat). Seorang guru akan menggunakan bibir sebagai alat komunikasi,
tujuannya agar siswa dapat mengetahui dan memahami apa dan maksud yang
disampaikan guru . ketika siswa itu tahu dan paham, maka secara tidak langsung
akan menambah kosakata dan struktur bahasa bagi siwa itu sendiri. Adapun
mengenai
Mengenai
penyampaian atau berkomunikasi antara siswa dengan siswa maupun siswa dengan
guru dalam pembelajran maupun dalam sekolah, mereka berkomnukasi dalam
pembelajaran menggunakan semuanya baik isyarat, alat bantu dengar maupun secara
geraka bibir, namun ketika antara siswa dengan siswa diluar jam pelajran mereka
cederung menggunakan bahasa isyarat. Peristiwa ini sangatlah berbahaya jikalau
dibiarkan terlalu lama, mengapa? Karena kebiasaan ini akan menjadikan mereka
sebagai tunaganda karena tidak menggunakan mulutnya sebagai alat untuk
berkomunikasi secara lisan. Kebiasaan ini harus segera di lakukan pembinaan
agar mereka tidak teridentifikasi tunaganda. Dilihat dari masalah yang serius
ini ternyata ada beberapa siswa disini yang terjangkit, tentunya peristiwa ini
sangat memilukan dan perlu adanya kegiatan penyuluhan mengenai deteksi secara
dini menganai gejala yang timbul dan penanganan yang dibutuhkan mereka.