Sabtu, 22 Februari 2014

MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG PENINGKATAN MUTU PROSES PENDIDIKAN



TUGAS PERTEMUAN 3
“Bagaimana cara Memberdayakan Masyarakat dalam Menunjang/Mendukung dalam Peningkatan Mutu Proses Pendidikan”
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas individu mata kuliah “Manajemen Humas”
Oleh Dosen:
1.      Ade Rukmana, M.Pd             
2.      Dr. Dedy Achmad K, M.Pd  

Oleh:
Nama : Syukron
Nim : 1202658



JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2013
A.    Pendahuluan
Upaya peningkatan mutu telah banyak dilakukan, tetapi pendidikan masih dihadapkan kepada berbagai masalah antara lain yang paling krusial adalah rendahnya mutu pendidikan. Dari beberapa kajian, ternyata salah satu faktor penyebabnya antara lain adalah minimnya peran serta masyarakat dalam menentukan kebijakan sekilas sebagai akibat masyarakat kurang merasa memiliki, kurang tanggung jawab dalam memelihara dan membina sekolah dimana anak-anaknya bersekolah. Padahal apabila dikaji lebih lanjut beberapa komponen penentu peningkatan mutu sekolah antara lain adalah manajemen pemberdayaan masyarakat. Untuk itulah salah satu kebijakan dalam peningkatan manajemen sekolah adalah implementasi manajemen berbasis sekolah. Pendekatan ini sangat memerlukan partisipasi yang tinggi dari masyarakat, baik yang terwadahkan dalam komite sekolah, dewan pendidikan maupun masyarakat secara umum.












B.     KONSEP PEMBERDAYAAN
Pemberdayaan berasal dari kata empowerment yang bermakna pemberian kekuasaan. Konsep pemberdayaan merupakan ide yang menempatkan manusia lebih sebagai subyek dari dunianya sendiri. pemberdayaan mempunyai makna harfiah membuat (seseorang) berdaya. Istilah lain untuk pemberdayaan adalah penguastan (empowerment).
            Wrihatnolo dan Dwidowijoto (2007:2) dalam Manajemen Pemberdayaan mengatakan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses yang mempunyai tiga tahapan: yaitu penyadaran, pengkapasitasan, dan pendayaan. Penyadaran dimana pada tahap ini target yang hendak diberdayakan diberi pencerahan dalam bentuk pemberian penyadaran bahwa mereka mempunyai hak untuk mempunyai sesuatu. Prinsip dasarnya adalah membuat taget itu dimulai dari dalam diri mereka bukan dari orang lain.
            Kemudian pengkapasitasan yang sering disebut “capacity building” atau dalam bahasa sederhana memampukan, untuk diberikan daya atau kuasa, yang bersangkutan harus mampu terlebih dahulu

            Selanjutnya yang kegita adalah pemberian daya atau empowerment, dimana pada tahap ini diberikan daya, kekuasaan, otoritas atau peluang.
            Rappaport dalam Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007:177)  menyatakan bahwa pemberdayaan diartikan sebagai suatu proses, suatu mekanisme; dalam hal ini, individu, organisasi dan masyarakat menjadi ahli akan masalah yang mereka hadapi.
Sedangkan  menurut Perkins dan Zimmermen, dalam Wrihatnolo dan Dwijowijoto (2007:179) pada tingkat masyarakat pemberdayaan berarti tindakan kolektif untuk meningkatkan kualitas hidup suatu masyarakat dan hubungan antara organisasi masyarakat.
Jadi pemberdayaan dapat disimpulkan adalah upaya menggalang potensi yang ada dimasyarakat secara praktis dan produktif untuk mencapai tujuan dengan pemberian daya dan kekuatan untuk mampu melaksanakan ataupun target yang ingin dicapai.
Pemberdayaan pada intinya adalah pemanusiaan dalam arti mendorong orang untuk menampilkan dan merasakan hak-hak asasinya. Dalam pemberdayaan terkandung unsur pengakuan dan penguatan posisi seseorang melalui penegasan terhadap hak dan kewajiban yang dimiliki dalam seluruh tatanan kehidupan. Dalam proses pemberdayaan diusahakan agar orang berani menyuarakan dan memperjuangkan usaha sendiri dari orang yang diberdayakan untuk meraih keberdayaannya. Oleh karena itu pemberdayaan sangat jauh dari konotasi ketergantungan.



C.     Model Pelibatan Masyarakat
a.       Melalui Komite Sekolah
Dewan ini memiliki tanggung jawab bersama sekolah untuk meningkatkan mutu pelayanan sekolah. Selain itu, juga mempunyai tanggung jawab untuk melakukan analisis kebutuhan sekolah dan kebutuhan masyarakat melalui survey yang dilakukannya. Hasil analisis tersebut didiskusikan bersama pihak sekolah dengan melibatkan para ahli seperti konsultan dan sebagainya untuk diterjemahkan menjadi kebijakan dan program sekolah.
Komite Sekolah
Di Indonesia, penataan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan sebenarnya telah dilembagakan sejak tahun 1992, yaitu dengan diterbitkannya PP Nomor 39 tahun 1992 tentang Peran serta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional dan Kepmendiknas NO. 044/U/2002, tanggal 2 April 2002 tentang pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Menteri Pendidikan Nasional juga mencanangkan “Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan” pada tanggal 2 Mei 2002. Hakikat ketiga produk pemerintah itu, bahwa peran serta masyarakat berfungsi untuk ikut memelihara, menumbuhkan, meningkatkan dan mengembangkan pendidikan nasional dan bertujuan untuk mendayagunakan kemampuan yang ada pada masyarakat seoptimal mungkin untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Secara lebih spesifik pasal 56 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas menyebutkan bahwa di masyarakat ada Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah atau Komite Madrasah yang berperan: 1) Dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. 2) Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, propinsi dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis. 3) Komite sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
Dalam konteks otonomi daerah, sekolah diharapkan lebih bergerak secara mandiri untuk meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan pendidikan. Dengan demikian, sekolah perlu memberdayakan masyarakat melalui Komite Sekolah dengan mengajak bekerja sama memanfaatkan potensi yang ada, sehingga semua sumber daya berkembang secara maksimal sesuai dengan kapabilitas masingmasing. Kebersamaan merupakan potensi yang amat vital untuk membangun masyarakat menciptakan demokratisasi pendidikan. Sebagai yang demikian, pemberdayaan Komite Sekolah merupakan alternatif pengelolaan sekolah dengan harapan mampu mendorong terwujudnya mutu pendidikan yang optimal.
Dalam mengaplikasikan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah adalah suatu model manajemen yang memberi otonomi sekolah. Artinya kepada sekolah diberikan keleluasan dan partisipasi secara langsung kepada warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat yang meliputi orang tua murid, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha dan lainnya dapat juga tokoh agama di daerahnya.
Peran Komite Sekolah
Peran Komite Sekolah memberi pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijaksanaan pendidikan, mendukung penyelenggaraan pendidikan, mengontrol, mediator antara pemerintah dan masyarakat. Di samping itu juga berfungsi mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap pendidikan bermutu, melakukan kerja sama dengan masyarakat, menampung dan menganalisa aspirasi, memberi masukan, mendorong orang tua murid dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan, menggalang dana masyarakat dan melakukan evaluasi.
Orang tua yang dimaksudkan ialah bapak dan ibu yang putra-putrinya bersekolah disatuan pendidikan tersebut. Mereka menjadi anggota Komite Sekolah agar mereka berperan dan bertanggung jawab terhadap produk pendidikan. Jangan terjadi saling lempar tanggung jawab. Fenomena sosial yang sering terjadi, banyak anak sekolah tawuran, orang tua menyalahkan guru. Maka orang tua yang menginginkan anaknya maju, harus berperan secara aktif, bila mempunyai ide dapat disalurkan melalui Komite Sekolah.

Dengan demikian, maka dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan orangtua mempunyai potensi yang signifikan untuk berperan aktif. Antara lain orang tua turut belajar, memberi tugas prioritas terkait kegiatan sekolah, mendorong aktif kegiatan di sekolah,  menciptakan situasi diskusi di rumah. Orang tua juga perlu mengetahui pengalaman anak di sekolah serta menyediakan sarana belajar yang memadai.

Kenyataan di Lapangan
Dalam kenyataannya, masalah yang terjadi di lapangan justeru memperlihatkan bahwa kehadiran Komite Sekolah cenderung sebagai badan legalitas (stempel) yang mengesahkan berbagai pungutan dana oleh pihak sekolah. Di samping itu pihak-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan (orang tua, masyarakat sekitar bahkan guru) kurang mengetahui tentang fungsi dan peran Komite Sekolah. Tidak sedikit yang beranggapan Komite Sekolah sama saja dengan Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3), alias ganti kulit semata. Hal ini menunjukkan sosialisasi Komite Sekolah belum terlaksana dengan baik kepada masyarakat bahkan kepada Komite Sekolah itu sendiri.

Memberdayakan Komite Sekolah
Upaya meningkatkan kualitas pendidikan terus-menerus dilakukan baik secara  konvensional maupun inovatif. Hal tersebut lebih terfokus lagi setelah diamanatkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Dengan demikian, agar pemberdayaan Komite Sekolah menjadi lebih optimal, maka kepada pemerintah dan instansi terkait disarankan tentang beberapa hal berikut:
1.      Sebaiknya peran Komite Sekolah dapat disosialisasikan secara komprehensif kepada guru dan kepala sekolah. Demikian pula sebaliknya, peran kepala sekolah juga perlu disosialisasikan kepada Komite Sekolah. Tujuannya adalah untuk menghindari persepsi yang keliru terhadap peran masing-masing dalam penyelenggaraan pendidikan. Dengan pengetahuan dan pemahaman peran stakeholders (pemangku kepentingan) yang lebih baik, harapan untuk menumbuhkan sense of belonging (rasa memiliki) dan sense of trushting menjadi kenyataan.
2.      Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah (APBS) mutlak diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat dan mengeliminasi (memberantas) praktik-praktik korupsi di sekolah. Dengan demikian berarti masyarakat akan sepenuhnya memberikan kepercayaan kepada kepemimpinan kepala sekolah.
3.      Eksistensi Komite Sekolah perlu didukung oleh peraturan daerah (Perda) sehingga aspek legalitas dan mekanisme kontrol semakin kuat. Pembentukan Komite Sekolah yang memiliki kekuatan hukum akan menumbuhkan sikap kehati-hatian dalam penyelenggaraan pendidikan.  Dengan demikian pelayanan tidak asal jadi dan pendidikan tidak salah urus.
4.      SDM Komite Sekolah perlu ditingkatkan melalui pelatihan/atau membuat persyaratan pendidikan minimal untuk menjadi anggota Komite Sekolah. Latar belakang pendidikan yang memadai membuat pola pikir Komite Sekolah dapat bersinergi dengan kepala sekolah. Rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya pengetahuan tentang manajemen pendidikan menjadikan Komite Sekolah sebagai kuda tunggangan atau sebagai stempel untuk melegalisasi berbagai pungutan yang dapat meresahkan masyarakat.
5.      Pemberdayaan Komite Sekolah akan lebih berhasil jika kepemimpinan kepala sekolah lebih efektif dan menjadi teladan bagi warga sekolah dan masyarakat. Karena itu, implementasi Komite Sekolah pada semua jenis dan jenjang satuan pendidikan dasar dan menengah sangat memerlukan figur kepala sekolah yang  mempunyai kapabilitas, kredibilitas dan daya juang yang tinggi berdasarkan kepemimpinan yang amanah.

Semangat awal perumusan dan pembentukan Komite Sekolah adalah untuk memantapkan dan mengembangkan tradisi keterlibatan orangtua siswa dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Ada empat peran utama Komite Sekolah, yaitu: 1) memberikan pertimbangan (advisory agency), 2) memberikan dukungan (supporting agency), 3) mengawasi penyelenggaraan pendidikan di sekolah (controlling agency), dan 4) penghubung antara sekolah dengan orangtua siswa (mediator). Kendatipun pembentukan untuk menjalankan empat peran di atas, namun masih banyak Komite sekolah yang belum sepenuhnya berperan sesuai harapan. Kondisi umum yang ditemui dilapangan adalah bahwa Komite Sekolah masih dipersepsikan sebagai lembaga sekolah yang fungsinya terbatas pada pengumpulan dana pendidikan dari orang tua siswa saja. Peran dan fungsi pengurus komite sekolah belum optimal, belum melakukan pengelolaan keuangan yang menjadi kewenangannya padahal dalam kepengurusan dibentuk bendahara komite.
Selain itu, satu fungsi komite sekolah yang melakukan kontrol sosial dan transparansi anggaran serta akuntabilitas penggunaan anggaran terhadap proyekproyek rehabilitasi dan pembangunan gedung sekolah baru justru hanya dikelola dan diketahui sekolah (kepala sekolah) tanpa melibatkan komite sekolah. Hal ini dapat diakibatkan karena tidak dilibatkannya komite sekolah dalam proses pembangunan dan penyususnan RAPBS sehingga hubungan.

Strategi Pemberdayaan
Melihat kondisi dan keprihatinan terhadap kualitas pendidikan dengan tidak optimalnya peran komite sekolah, maka perlu berbagai strategi untuk melakukan pemberdayaan komite sekolah. Bentuk pemberdayaan komite sekolah dapat dilakukan dengan cara :
1.      Pemberdayaan komite sekolah dilakukan secara bottom up oleh Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, setiap Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota harus memiliki tenaga fasilitator yang mempunyai tugas untuk melakukan pendampingan kepada Komite Sekolah. Kegiatan pendampingan ini dikoordinasikan oleh fasilitator dari Dewan Pendidikan Propinsi. Konsep pemberdayaan komite sekolah ini merupakan peningkatan dari kegiatan sosialisasi yang biasanya telah dilakukan oleh Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota selama ini.
2.      Untuk menghasilkan fasilitator pemberdayaan komite sekolah sebagaimana diharapkan, perlu diadakan TOT (training of trainer) fasilitator pemberdayaan komite sekolah, yang diikuti oleh colon-calon fasilitator yang dikirimkan oleh Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota dan Propinsi. Melalui kegiatan TOT pemberdayaan komite sekolah ini, para peserta diharapkan dapat menjadi fasilitator pemberdayaan komite sekolah dengan tugas antara lain: 1) memberikan fasilitas komite sekolah khususnya dalam proses pembentukan komite sekolah, 2) memberikan pendampingan dalam merumuskan program dan kegiatan komite sekolah selaras dengan peran dan fungsi komite sekolah, 3) membentuk Komite Sekolah Inti (KSIN) dan Komite sekolah Imbas (KSIM), 4) membangun forum komunikasi komite sekolah di daerah Kabupaten/Kota dan 5) memberikan fasilitas untuk menjalin sekaligus memperbaiki hubungan yang tidak harmonis antara komite sekolah dengan pihak sekolah, serta Dunia Usaha dan Industri. Ketiga, kegiatan TOT tersebut memerlukan bahan atau materi pemberdayaan komite sekolah sehingga perlu disusun beberapa modul pemberdayaan komite sekolah yang bukan hanya akan diberikan sebagai materi yang akan diberikan dalam kegiatan TOT, tetapi akan menjadi bekal dasar yang akan digunakan oleh fasilitator untuk melaksanakan tugasnya di lapangan.

Sudah tentu program pemberdayaan komite sekolah dapat dinilai berhasil jika telah tercapai beberapa indikator, misalnya proses pembentukan komite sekolah di masa depan tidak lagi dilakukan secara instant, melainkan melalui proses dan mekanisme yang demokratis, transparan dan akuntabel; proses pembentukan Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota dan Propinsi secara tidak langsung juga terlaksana secara demokratis, transparan dan akuntabel; jika ada masalah antara sekolah dan komite sekolah dapat diselesaikan secara mandiri oleh Tim Fasilitator atau setidaknya diselesaikan di tingkat Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota; secara bertahap agar komite sekolah segera melaksanakan peran dan fungsinya secara optimal untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan di sekolah masing-masing.


b.      Membina Kerjasama dengan Pemerintah/Masyarakat secara umum
Kerjasama dengan berbagai institusi menjadi kemutlakan bagi sekolah dalam upaya mengembangkan sekolah secara optimal, sebab sekolah adalah lembaga interaksi sosial yang tidak bisa lepas dari masyarakat secara keseluruhan, khususnya masyarakat disekitarnya. Bentuk kerjasama tersebut dapat berupa:
·      Pemberian dan atau penggunaan fasilitas bersama.
·      Pelaksanaan kegiatan peningkatan kemampuan siswa
·      Pemanfaatan sumber daya manusia secara mutualism.

c.       Kerjasama Sekolah dengan Masyarakat Terorganisasi
Saat ini banyak masyarakat yang mengikat dirinya dalam kelompok organisasi, salah satunya organisasi yang peduli terhadap pendidikan. Organisasi tersebut sangat besar manfaatnya apabila sekolah mampu menjadikannya sebagai mitra bagi pengembangan dan peningkatan mutu sekolah.
Sangat mungkin suatu sekolah pada masa sekarang ingin meningkatkan peran guru di samping sebagai pengajar juga sebagai pembimbing. Untuk meningkatkan kemampuan guru tersebut sekolah dapat bekerja sama dengan asosiasi bimbingan ABKINS (Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia).
Dalam kenyataan sehari-hari sering terjadi organisasi masyarakat melaksanakan kegiatannya justru menggunakan sekolah sebagai sasarannya, seperti pengabdian masyarakat mereka tentang penyuluhan NARKOBA, hal ini harus dimanfaatkan oleh sekolah sebagai peluang dalam pembinaan siswa di sekolahnya. Oleh sebab itu tidak salah kalau sekolah selalu memprogramkan berbagai kegiatan tersebut sebagai upaya peningkatan mutu disekolah.


























D.    Evaluasi Program Kegiatan Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Kegiatan terakhir yang harus dilakukan oleh Kepala Sekolah dalam melaksanakan Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat dalam Pemberdayaan Masyarakat adalah Kepala Sekolah mengevaluasi berbagai program dan kegiatan manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat (pemerintah, swasta, stakeholders maupun masyarakat secara umum). Hal ini dimaksudkan agar terlihat kinerja yang dilakukan oleh lembaga pendidikan yang dipimpinnya dalam membina hubungan dengan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan, ide, sumber belajar dan pembiayaan sekolah.
Evaluasi yang dilakukan bisa berbentuk feed back, komunikasi langsung melalui dialog-dialog dengan tokoh masyarakat, orang tua murid ataupun organisasi masyarakat yang ada di sekitar sekolah. Bisa juga dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada sampel yang dianggap telah dapat mewakili pendapat masyarakat, atau menyediakan kotak saran dan pendapat di sekolah sehingga masyarakat bebas melakukan penilaian dan memberikan masukan.
Hasil evaluasi tersebut dapat dijadikan tolak ukur untuk meningkatkan kualitas hubungan lembaga pendidikan dengan masyarakat sehingga tercipta hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan antara kedua belah pihak.








DAFTAR PUSTAKA
Lea, Aurel. (2011). Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat dalam Pemberdayaan Masyarakat. [Online]. Tersedia : http://karu33.wordpress.com/2011/05/10/manajemen-hubungan-sekolah-dan-masyarakat-dalam-pemberdayaan-masyarakat/ [diakses 21 September 2013].
Tjuana, Alpres. “Memberdayakan Komite Sekolah Untuk Meningkatkan Mutu Layanan Pendidikan” [Online]. Tersedia:  http://journal.uniera.ac.id/pdf_repository/juniera6-0Ai0A2yhIBFamR5I55SB90AJ3.pdf  [21 September 2013].


Tidak ada komentar:

Posting Komentar