TUGAS PERTEMUAN 3
“Bagaimana cara Memberdayakan Masyarakat dalam
Menunjang/Mendukung dalam Peningkatan Mutu Proses Pendidikan”
Diajukan
untuk memenuhi salah satu tugas individu mata kuliah “Manajemen Humas”
Oleh Dosen:
1.
Ade Rukmana,
M.Pd
2.
Dr. Dedy Achmad
K, M.Pd
Oleh:
Nama : Syukron
Nim : 1202658
JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2013
A.
Pendahuluan
Upaya peningkatan mutu telah banyak dilakukan,
tetapi pendidikan masih dihadapkan kepada berbagai masalah antara lain yang
paling krusial adalah rendahnya mutu pendidikan. Dari beberapa kajian, ternyata
salah satu faktor penyebabnya antara lain adalah minimnya peran serta
masyarakat dalam menentukan kebijakan sekilas sebagai akibat masyarakat kurang
merasa memiliki, kurang tanggung jawab dalam memelihara dan membina sekolah
dimana anak-anaknya bersekolah. Padahal apabila dikaji lebih lanjut beberapa
komponen penentu peningkatan mutu sekolah antara lain adalah manajemen
pemberdayaan masyarakat. Untuk itulah salah satu kebijakan dalam peningkatan
manajemen sekolah adalah implementasi manajemen berbasis sekolah. Pendekatan
ini sangat memerlukan partisipasi yang tinggi dari masyarakat, baik yang
terwadahkan dalam komite sekolah, dewan pendidikan maupun masyarakat secara
umum.
B.
KONSEP PEMBERDAYAAN
Pemberdayaan
berasal dari kata empowerment yang bermakna pemberian kekuasaan. Konsep
pemberdayaan merupakan ide yang menempatkan manusia lebih sebagai subyek dari
dunianya sendiri. pemberdayaan mempunyai makna harfiah membuat (seseorang)
berdaya. Istilah lain untuk pemberdayaan adalah penguastan (empowerment).
Wrihatnolo dan Dwidowijoto (2007:2)
dalam Manajemen Pemberdayaan mengatakan bahwa pemberdayaan adalah sebuah
proses yang mempunyai tiga tahapan: yaitu penyadaran, pengkapasitasan, dan
pendayaan. Penyadaran dimana pada tahap ini target yang hendak diberdayakan
diberi pencerahan dalam bentuk pemberian penyadaran bahwa mereka mempunyai hak
untuk mempunyai sesuatu. Prinsip dasarnya adalah membuat taget itu dimulai dari
dalam diri mereka bukan dari orang lain.
Kemudian pengkapasitasan yang sering
disebut “capacity building” atau dalam bahasa sederhana memampukan, untuk
diberikan daya atau kuasa, yang bersangkutan harus mampu terlebih dahulu
Selanjutnya yang kegita adalah
pemberian daya atau empowerment, dimana pada tahap ini diberikan daya,
kekuasaan, otoritas atau peluang.
Rappaport dalam Wrihatnolo dan
Dwidjowijoto (2007:177) menyatakan bahwa
pemberdayaan diartikan sebagai suatu proses, suatu mekanisme; dalam hal ini,
individu, organisasi dan masyarakat menjadi ahli akan masalah yang mereka
hadapi.
Sedangkan menurut Perkins dan Zimmermen, dalam
Wrihatnolo dan Dwijowijoto (2007:179) pada tingkat masyarakat pemberdayaan
berarti tindakan kolektif untuk meningkatkan kualitas hidup suatu masyarakat
dan hubungan antara organisasi masyarakat.
Jadi
pemberdayaan dapat disimpulkan adalah upaya menggalang potensi yang ada
dimasyarakat secara praktis dan produktif untuk mencapai tujuan dengan pemberian
daya dan kekuatan untuk mampu melaksanakan ataupun target yang ingin dicapai.
Pemberdayaan
pada intinya adalah pemanusiaan dalam arti mendorong orang untuk menampilkan
dan merasakan hak-hak asasinya. Dalam pemberdayaan terkandung unsur pengakuan
dan penguatan posisi seseorang melalui penegasan terhadap hak dan kewajiban
yang dimiliki dalam seluruh tatanan kehidupan. Dalam proses pemberdayaan
diusahakan agar orang berani menyuarakan dan memperjuangkan usaha sendiri dari
orang yang diberdayakan untuk meraih keberdayaannya. Oleh karena itu
pemberdayaan sangat jauh dari konotasi ketergantungan.
C.
Model Pelibatan
Masyarakat
a.
Melalui Komite
Sekolah
Dewan ini memiliki tanggung jawab bersama
sekolah untuk meningkatkan mutu pelayanan sekolah. Selain itu, juga mempunyai
tanggung jawab untuk melakukan analisis kebutuhan sekolah dan kebutuhan
masyarakat melalui survey yang dilakukannya. Hasil analisis tersebut
didiskusikan bersama pihak sekolah dengan melibatkan para ahli seperti
konsultan dan sebagainya untuk diterjemahkan menjadi kebijakan dan program
sekolah.
Komite Sekolah
Di Indonesia, penataan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan sebenarnya telah dilembagakan sejak tahun 1992, yaitu dengan diterbitkannya
PP Nomor 39 tahun 1992 tentang Peran serta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional
dan Kepmendiknas NO. 044/U/2002, tanggal 2 April 2002 tentang pembentukan Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah. Menteri Pendidikan Nasional juga mencanangkan
“Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan” pada tanggal 2 Mei 2002. Hakikat ketiga
produk pemerintah itu, bahwa peran serta masyarakat berfungsi untuk ikut
memelihara, menumbuhkan, meningkatkan dan mengembangkan pendidikan nasional dan
bertujuan untuk mendayagunakan kemampuan yang ada pada masyarakat seoptimal
mungkin untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Secara lebih spesifik pasal 56 UU No. 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas menyebutkan bahwa di masyarakat ada Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah atau Komite Madrasah yang berperan: 1) Dalam meningkatkan mutu pelayanan
pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan
melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. 2) Dewan pendidikan
sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan
pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana
dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, propinsi dan
kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis. 3) Komite sekolah/madrasah,
sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan
dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan
prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
Dalam konteks otonomi daerah, sekolah diharapkan lebih bergerak
secara mandiri untuk meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan pendidikan.
Dengan demikian, sekolah perlu memberdayakan masyarakat melalui Komite Sekolah
dengan mengajak bekerja sama memanfaatkan potensi yang ada, sehingga semua
sumber daya berkembang secara maksimal sesuai dengan kapabilitas masingmasing. Kebersamaan
merupakan potensi yang amat vital untuk membangun masyarakat menciptakan
demokratisasi pendidikan. Sebagai yang demikian, pemberdayaan Komite Sekolah
merupakan alternatif pengelolaan sekolah dengan harapan mampu mendorong
terwujudnya mutu pendidikan yang optimal.
Dalam mengaplikasikan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah adalah
suatu model manajemen yang memberi otonomi sekolah. Artinya kepada sekolah
diberikan keleluasan dan partisipasi secara langsung kepada warga sekolah (guru,
siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat yang meliputi orang tua murid,
tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha dan lainnya dapat juga tokoh agama di daerahnya.
Peran Komite Sekolah
Peran Komite Sekolah memberi pertimbangan dalam penentuan dan
pelaksanaan kebijaksanaan pendidikan, mendukung penyelenggaraan pendidikan,
mengontrol, mediator antara pemerintah dan masyarakat. Di samping itu juga
berfungsi mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap
pendidikan bermutu, melakukan kerja sama dengan masyarakat, menampung dan
menganalisa aspirasi, memberi masukan, mendorong orang tua murid dan masyarakat
berpartisipasi dalam pendidikan, menggalang dana masyarakat dan melakukan
evaluasi.
Orang tua yang dimaksudkan ialah bapak dan ibu yang putra-putrinya
bersekolah disatuan pendidikan tersebut. Mereka menjadi anggota Komite Sekolah
agar mereka berperan dan bertanggung jawab terhadap produk pendidikan. Jangan terjadi
saling lempar tanggung jawab. Fenomena sosial yang sering terjadi, banyak anak
sekolah tawuran, orang tua menyalahkan guru. Maka orang tua yang menginginkan
anaknya maju, harus berperan secara aktif, bila mempunyai ide dapat disalurkan
melalui Komite Sekolah.
Dengan demikian, maka dalam upaya untuk meningkatkan mutu
pendidikan orangtua mempunyai potensi yang signifikan untuk berperan aktif.
Antara lain orang tua turut belajar, memberi tugas prioritas terkait kegiatan
sekolah, mendorong aktif kegiatan di sekolah, menciptakan situasi diskusi di rumah. Orang
tua juga perlu mengetahui pengalaman anak di sekolah serta menyediakan sarana
belajar yang memadai.
Kenyataan di Lapangan
Dalam kenyataannya, masalah yang terjadi di lapangan justeru memperlihatkan
bahwa kehadiran Komite Sekolah cenderung sebagai badan legalitas (stempel) yang
mengesahkan berbagai pungutan dana oleh pihak sekolah. Di samping itu
pihak-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan (orang tua, masyarakat sekitar
bahkan guru) kurang mengetahui tentang fungsi dan peran Komite Sekolah. Tidak
sedikit yang beranggapan Komite Sekolah sama saja dengan Badan Pembantu Penyelenggara
Pendidikan (BP3), alias ganti kulit semata. Hal ini menunjukkan sosialisasi
Komite Sekolah belum terlaksana dengan baik kepada masyarakat bahkan kepada
Komite Sekolah itu sendiri.
Memberdayakan Komite Sekolah
Upaya meningkatkan kualitas pendidikan terus-menerus dilakukan baik
secara konvensional maupun inovatif. Hal
tersebut lebih terfokus lagi setelah diamanatkan bahwa tujuan pendidikan nasional
adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan pada setiap jenis dan jenjang
pendidikan.
Dengan demikian, agar pemberdayaan Komite Sekolah menjadi lebih
optimal, maka kepada pemerintah dan instansi terkait disarankan tentang
beberapa hal berikut:
1.
Sebaiknya peran Komite Sekolah dapat disosialisasikan secara
komprehensif kepada guru dan kepala sekolah. Demikian pula sebaliknya, peran
kepala sekolah juga perlu disosialisasikan kepada Komite Sekolah. Tujuannya
adalah untuk menghindari persepsi yang keliru terhadap peran masing-masing
dalam penyelenggaraan pendidikan. Dengan pengetahuan dan pemahaman peran stakeholders
(pemangku kepentingan) yang lebih baik, harapan untuk menumbuhkan sense
of belonging (rasa memiliki) dan sense of trushting menjadi
kenyataan.
2.
Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan Anggaran Pendapatan
Belanja Sekolah (APBS) mutlak diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat
dan mengeliminasi (memberantas) praktik-praktik korupsi di sekolah. Dengan
demikian berarti masyarakat akan sepenuhnya memberikan kepercayaan kepada
kepemimpinan kepala sekolah.
3.
Eksistensi Komite Sekolah perlu didukung oleh peraturan daerah
(Perda) sehingga aspek legalitas dan mekanisme kontrol semakin kuat.
Pembentukan Komite Sekolah yang memiliki kekuatan hukum akan menumbuhkan sikap
kehati-hatian dalam penyelenggaraan pendidikan.
Dengan demikian pelayanan tidak asal jadi dan pendidikan tidak salah
urus.
4.
SDM Komite Sekolah perlu ditingkatkan melalui pelatihan/atau
membuat persyaratan pendidikan minimal untuk menjadi anggota Komite Sekolah.
Latar belakang pendidikan yang memadai membuat pola pikir Komite Sekolah dapat
bersinergi dengan kepala sekolah. Rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya
pengetahuan tentang manajemen pendidikan menjadikan Komite Sekolah sebagai kuda
tunggangan atau sebagai stempel untuk melegalisasi berbagai pungutan yang dapat
meresahkan masyarakat.
5.
Pemberdayaan Komite Sekolah akan lebih berhasil jika kepemimpinan
kepala sekolah lebih efektif dan menjadi teladan bagi warga sekolah dan
masyarakat. Karena itu, implementasi Komite Sekolah pada semua jenis dan
jenjang satuan pendidikan dasar dan menengah sangat memerlukan figur kepala
sekolah yang mempunyai kapabilitas,
kredibilitas dan daya juang yang tinggi berdasarkan kepemimpinan yang amanah.
Semangat awal perumusan dan pembentukan Komite Sekolah adalah untuk
memantapkan dan mengembangkan tradisi keterlibatan orangtua siswa dan masyarakat
dalam penyelenggaraan pendidikan. Ada empat peran utama Komite Sekolah, yaitu:
1) memberikan pertimbangan (advisory agency), 2) memberikan dukungan (supporting
agency), 3) mengawasi penyelenggaraan pendidikan di sekolah (controlling
agency), dan 4) penghubung antara sekolah dengan orangtua siswa (mediator).
Kendatipun pembentukan untuk menjalankan empat peran di atas, namun masih
banyak Komite sekolah yang belum sepenuhnya berperan sesuai harapan. Kondisi
umum yang ditemui dilapangan adalah bahwa Komite Sekolah masih dipersepsikan
sebagai lembaga sekolah yang fungsinya terbatas pada pengumpulan dana
pendidikan dari orang tua siswa saja. Peran dan fungsi pengurus komite sekolah belum
optimal, belum melakukan pengelolaan keuangan yang menjadi kewenangannya
padahal dalam kepengurusan dibentuk bendahara komite.
Selain itu, satu fungsi komite sekolah yang melakukan kontrol
sosial dan transparansi anggaran serta akuntabilitas penggunaan anggaran
terhadap proyekproyek rehabilitasi dan pembangunan gedung sekolah baru justru
hanya dikelola dan diketahui sekolah (kepala sekolah) tanpa melibatkan komite
sekolah. Hal ini dapat diakibatkan karena tidak dilibatkannya komite sekolah
dalam proses pembangunan dan penyususnan RAPBS sehingga hubungan.
Strategi Pemberdayaan
Melihat kondisi dan keprihatinan terhadap kualitas pendidikan
dengan tidak optimalnya peran komite sekolah, maka perlu berbagai strategi
untuk melakukan pemberdayaan komite sekolah. Bentuk pemberdayaan komite sekolah
dapat dilakukan dengan cara :
1.
Pemberdayaan komite sekolah dilakukan secara bottom up oleh
Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, setiap Dewan Pendidikan
Kabupaten/Kota harus memiliki tenaga fasilitator yang mempunyai tugas untuk
melakukan pendampingan kepada Komite Sekolah. Kegiatan pendampingan ini
dikoordinasikan oleh fasilitator dari Dewan Pendidikan Propinsi. Konsep
pemberdayaan komite sekolah ini merupakan peningkatan dari kegiatan sosialisasi
yang biasanya telah dilakukan oleh Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota selama ini.
2.
Untuk menghasilkan fasilitator pemberdayaan komite sekolah
sebagaimana diharapkan, perlu diadakan TOT (training of trainer) fasilitator
pemberdayaan komite sekolah, yang diikuti oleh colon-calon fasilitator yang
dikirimkan oleh Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota dan Propinsi. Melalui kegiatan
TOT pemberdayaan komite sekolah ini, para peserta diharapkan dapat menjadi
fasilitator pemberdayaan komite sekolah dengan tugas antara lain: 1) memberikan
fasilitas komite sekolah khususnya dalam proses pembentukan komite sekolah, 2)
memberikan pendampingan dalam merumuskan program dan kegiatan komite sekolah
selaras dengan peran dan fungsi komite sekolah, 3) membentuk Komite Sekolah
Inti (KSIN) dan Komite sekolah Imbas (KSIM), 4) membangun forum komunikasi
komite sekolah di daerah Kabupaten/Kota dan 5) memberikan fasilitas untuk
menjalin sekaligus memperbaiki hubungan yang tidak harmonis antara komite
sekolah dengan pihak sekolah, serta Dunia Usaha dan Industri. Ketiga, kegiatan
TOT tersebut memerlukan bahan atau materi pemberdayaan komite sekolah sehingga
perlu disusun beberapa modul pemberdayaan komite sekolah yang bukan hanya akan
diberikan sebagai materi yang akan diberikan dalam kegiatan TOT, tetapi akan
menjadi bekal dasar yang akan digunakan oleh fasilitator untuk melaksanakan
tugasnya di lapangan.
Sudah tentu program pemberdayaan komite sekolah dapat dinilai
berhasil jika telah tercapai beberapa indikator, misalnya proses pembentukan
komite sekolah di masa depan tidak lagi dilakukan secara instant, melainkan
melalui proses dan mekanisme yang demokratis, transparan dan akuntabel; proses
pembentukan Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota dan Propinsi secara tidak langsung
juga terlaksana secara demokratis, transparan dan akuntabel; jika ada masalah
antara sekolah dan komite sekolah dapat diselesaikan secara mandiri oleh Tim
Fasilitator atau setidaknya diselesaikan di tingkat Dewan Pendidikan
Kabupaten/Kota; secara bertahap agar komite sekolah segera melaksanakan peran
dan fungsinya secara optimal untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan di
sekolah masing-masing.
b.
Membina
Kerjasama dengan Pemerintah/Masyarakat secara umum
Kerjasama dengan berbagai institusi menjadi
kemutlakan bagi sekolah dalam upaya mengembangkan sekolah secara optimal, sebab
sekolah adalah lembaga interaksi sosial yang tidak bisa lepas dari masyarakat
secara keseluruhan, khususnya masyarakat disekitarnya. Bentuk kerjasama
tersebut dapat berupa:
· Pemberian dan
atau penggunaan fasilitas bersama.
· Pelaksanaan
kegiatan peningkatan kemampuan siswa
· Pemanfaatan
sumber daya manusia secara mutualism.
c.
Kerjasama
Sekolah dengan Masyarakat Terorganisasi
Saat ini banyak masyarakat yang mengikat
dirinya dalam kelompok organisasi, salah satunya organisasi yang peduli
terhadap pendidikan. Organisasi tersebut sangat besar manfaatnya apabila
sekolah mampu menjadikannya sebagai mitra bagi pengembangan dan peningkatan
mutu sekolah.
Sangat mungkin suatu sekolah pada masa sekarang
ingin meningkatkan peran guru di samping sebagai pengajar juga sebagai
pembimbing. Untuk meningkatkan kemampuan guru tersebut sekolah dapat bekerja
sama dengan asosiasi bimbingan ABKINS (Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia).
Dalam kenyataan sehari-hari sering terjadi
organisasi masyarakat melaksanakan kegiatannya justru menggunakan sekolah
sebagai sasarannya, seperti pengabdian masyarakat mereka tentang penyuluhan
NARKOBA, hal ini harus dimanfaatkan oleh sekolah sebagai peluang dalam
pembinaan siswa di sekolahnya. Oleh sebab itu tidak salah kalau sekolah selalu
memprogramkan berbagai kegiatan tersebut sebagai upaya peningkatan mutu
disekolah.
D.
Evaluasi
Program Kegiatan Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Kegiatan terakhir yang harus dilakukan oleh
Kepala Sekolah dalam melaksanakan Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat
dalam Pemberdayaan Masyarakat adalah Kepala Sekolah mengevaluasi berbagai
program dan kegiatan manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat (pemerintah,
swasta, stakeholders maupun masyarakat secara umum). Hal ini dimaksudkan
agar terlihat kinerja yang dilakukan oleh lembaga pendidikan yang dipimpinnya
dalam membina hubungan dengan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan, ide,
sumber belajar dan pembiayaan sekolah.
Evaluasi yang dilakukan bisa berbentuk feed
back, komunikasi langsung melalui dialog-dialog dengan tokoh masyarakat,
orang tua murid ataupun organisasi masyarakat yang ada di sekitar sekolah. Bisa
juga dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada sampel yang dianggap telah
dapat mewakili pendapat masyarakat, atau menyediakan kotak saran dan pendapat
di sekolah sehingga masyarakat bebas melakukan penilaian dan memberikan
masukan.
Hasil evaluasi tersebut dapat dijadikan tolak
ukur untuk meningkatkan kualitas hubungan lembaga pendidikan dengan masyarakat
sehingga tercipta hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan antara kedua
belah pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Lea, Aurel. (2011). Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat
dalam Pemberdayaan Masyarakat. [Online]. Tersedia : http://karu33.wordpress.com/2011/05/10/manajemen-hubungan-sekolah-dan-masyarakat-dalam-pemberdayaan-masyarakat/ [diakses 21 September 2013].
Tjuana, Alpres. “Memberdayakan Komite Sekolah Untuk Meningkatkan
Mutu Layanan Pendidikan” [Online]. Tersedia:
http://journal.uniera.ac.id/pdf_repository/juniera6-0Ai0A2yhIBFamR5I55SB90AJ3.pdf [21 September 2013].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar